Perspektif Sosial-Ekonomi: Mengkaji Akar Permasalahan Pelacuran


Latar Belakang
     Seperti yang diketahui, manusia selalu cenderung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia 
menggunakan berbagai cara untuk memuaskan hasratnya, termasuk seks. Di sisi lain, ada nilai-nilai di masyarakat yang memandang topik seksual sebagai hal yang tabu.Hal ini dilatar belakangi oleh kenyataan bahwa negara Indonesia adalah negara agama. Salah satu nilai mengenai hubungan seksual adalah hubungan seksual hanya boleh dilakukan antara mereka yang telah menikah secara sah. Pemenuhan kebutuhan seksual di luar nikah secara umum merupakan perilaku yang tidak sesuai dengan norma sosial yang ada dalam suatu masyarakat dan tergolong perilaku  menyimpang.
      Penyimpanganpenyimpangan tersebut dapat dikategorikan dalam tingkat persetujuan, hubungan seksual, objek seksual, usia pasangan, hubungan antara pelaku kejahatan seksual, teknik yang digunakan, lokasi kejahatan, dan lain-lain. Kontradiksi nilai yang muncul dalam tindakan seksual dalam prostitusi adalah pertentangan antara memandang prostitusi sebagai sebuah profesi danmemandangnya sebagai sarana pemuasan kebutuhan biologis manusia.

PEMBAHASAN
A. Pengertian Pelacuran
     Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), kata pelacur berasal dari kata dasar “lacur” yang bermakna malang, celaka, sial, dan buruk laku. Sedangkan melacur adalah kata kerja yang artinya berbuat lacur, menjual diri, tuna susila, atau pelacur. Jadi, pelacuran adalah kata benda yang berarti orang perempuan yang melacur atau wanita tuna susila. Menurut encyclopedia britannicia mendefenisikan pelacur adalah sebuah praktek hubungan seksual sesaat, yang kurang lebih dilakukan dengan siapa saja 
(promiskuitas), untuk imbalan berupa upah.
     Dalam pengertian pelacuran para ahli berbeda-beda dalam mendefinisikan tentang pengertian pelacuran. Menurut Perkins dan Bennet dalam Koendjor memberikan pengertian pelacuran sebagai transaksi bisnis yang disepakati oleh pihak yang terlibat sebagai sesuatu yang memungkinkansatu orang atau lebih untuk mendapatkan kepuasan seks dengan cara yang beranekaragam. Bersamaan dengan hal tersebut Supratik menyatakan prostitusi atau pelacuran adalah memberikan layanan hubungan seksual demi imbalan uang.
B. Pelacuran dalam Hukum Islam
     Pelacuran merupakan suatu perbuatan yang sangat dibenci oleh agama, baik agama apapun itu sangat membenci adanya pelacuran, karena pelacuran merupakan perbuatan keji dan kotor. Pelacuran atau prostitusi sudah ada sejak jaman dahulu, bahkan ada sejak jaman Pra Islam dan salah satunya ada di Arab yang marak adanya Pelacuran atau prostitusi. Bisnis ini rata-rata dilakuka oleh pemilik budak perempuan (sayid)
      Kepada para tamu dan lelaki yang berminat, sayid menawarkan budaknya untuk disetubuhi, lalu sayid mendapatkan imbalan materi. Prostitusi Arab Pra Islam dinamakan dengan al Baghy atau al-Bigha. Dalam hukum islam pelacuran termasuk salah satu perbuatan zina. Dalam hukum Islam zina adalah setiap hubungan seksual (persetubuhan) antara pria dan wanita yang tidak terikat oleh perkawinan yang sah yang dilakukan secara sengaja, sama halnya dengan pelacuran.
      Berkaitan dengan masalah hukum prostitusi atau perzinaan, Allah SWT memberikan penjelasan 
dalam Al-Qur’an, terdapat pada Q.S Al Isra’ 17:32 yang artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk.” Prostistusi juga dapat digolongkan zina dengan arti yang lebih luas lagi. Zina tangan, mata, telinga dan hati merupakan pengertian zina yang bermakna luas. 
     Tentu saja zina seperti ini tidak berkonsekuensi kepada hukum hudud baik rajam atau cambuk dan pengasingan setahun. Namun zina dalam pengertian ini juga melahirkan dosa dan ancaman siksa dari Allah SWT. Dalil larangan zina secara umum adalah firman Allah SWT : "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk". 
C. Penyebab Pelacuran
    Banyak hal yang menyebabkan seseorang terjun ke lembah dunia hitam berupa perzinaan dan prostitusi. Adapun sebab-sebab ini juga tergantung kepada masing-masing individu. Ada beberapa sebab 
terjadinya perzinaan ini yakni:
1. Lemahnya iman, banyak di antara para wanita yang  hidupnya pas-pasan baik disaat suaminya hidup maupun sudah meninggal, dan dia mau untuk melacurkan dirinya demi mendapatkan uang dan sesuap nasi.
2. Minimnya ilmu pengetahuan tentang agama yang mengakibatkan lemahnya iman, sebagian pezina 
banyak yang tidak mengetahui hukum dampaknya zina ini. Mengapa demikian. Barangkali mungkin 
karena kemalasan dan tidak adanya motivasi diri untuk mempelajari dan memperdalam ilmu agama, 
mengakibatkan mereka melanggar syariat islam.
3. Gaya hidup materialisme dan hedonisme, tidak sedikit diantara masyarakat yang terlibat prostitusi 
dikarenakan kekurangan harta benda atau faktor kemiskinan. Ada juga yang menganggap bahwa 
prostitusi ini merupakan gaya hidup masa kini. Tentu, gaya hidup seperti ini ialah gaya hidup yang salah 
dan sesat. Adapun prinsip gaya hidup seperti ini ialah gaya hidup binatang yang tidak memiliki akal, 
aturan sosial, dan tidak diberi petunjuk agama.
4. Lingkungan yang tidak kondusif, lingkungan sangat mempengaruhi terhadap pola kehidupan anak-anak, 
dan mungkin diluar sana masih banyak anak-anak yang diusia muda sudah terjatuh kedalam lembah 
hitam ini dikarenakan lingkungannya yang dipenuhi dengan orang-orang yang melakukan prostitusi 
yang disaksikannya langsung yang membuat dia tergoda dan terjerumus kedalam lubang kemaksiatan 
ini.
5. Hukum prostitusi sangat lemah, dimana hukuman bagi para pelaku prostitusi ini sangat ringan, 
harapannya adalah penegakan hokum yang serius, adil dan jujur bukan hanya sekedar basa-basi belaka. Prostitusi adalah perbuatan maksiat dan tindakan keji yang termasuk melanggar syariat islam dan ketentuan Allah SWT. Oleh karena itu Allah membalikkan keadaanya menjadi orang yang paling hina dan paling rendah di sisi-Nya, bagaimana Allah menghinakannya baik didunia dan diakhirat ialah 
dengan munculnya berbagai penyakit, hilangnya harga diri, dan kerusakan moral dan ahlak.
C. Penanganan Pelacur
     Konvensi Pemberantasan Perdagangan Orang dan Prostitusi Lainnya Tahun 1949, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia 
melalui UU No.7 Tahun 1984), dan terakhir Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). ) pada bulan Desember 1993 menyatakan prostitusi paksa sebagai salah satu dari jenis kekerasan terhadap perempuan. Hal ini menunjukkan konsensus komunitas internasional bahwa dalam prostitusi, apapun bentuk atau motivasi yang mendasarinya, perempuan yang dilacurkan adalah korbannya. 
    Ironisnya juga bahwa di tengah berbagai pendekatan terhadap prostitusi, baik upaya pemberantasan prostitusi, peraturan perundang-undangan, maupun pelarangan, perlindungan yang memadai terhadap hak-hak perempuan korban sebagai individu dan warga negara masih belum memadai. Upaya pemerintah dalam mencegah dan memberantas prostitusi dengan memberikan sanksi pidana terhadap pelaku prostitusi bermasalah. Apakah penerapan sanksi yang sangat ringan ini dapat memberikan efek jera dalam hal tidak melakukan atau mengulangi perbuatan prostitusi?. 
       Kebijakan di seluruh dunia mengenai prostitusi secara umum terdiri dari empat jenis: Pertama, legalisasi praktek prostitusi. Kedua, kriminalisasi terhadap tindak pidana yaitu pelaku prostitusi. Ketiga, dekriminalisasi, yaitu upaya mendekriminalisasi pelaku prostitusi. dan keempat, abolisi, upaya memberantas praktik prostitusi karena dianggap perbudakan. Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapkan kebijakan kriminalisasi. Prostitusi dianggap sebagai tindak pidana dan harus dituntut. Namun kenyataannya, prostitusi tidak pernah berakhir, malah tumbuh subur. diperlukan untuk mengubah kebijakan dari kriminalisasi menjadi penghapusan. 

KESIMPULAN
    Pengertian dari prostitusi atau zina dalam perspesktif hukum Islam tidak ditemukan nomenklatur yang secara implisit menyebut prostitusi. Prostitusi adalah penyediaan layanan seksual yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan untuk mendapatkan uang atau kepuasan. dalam bahasa Arab prostitusi atau pelacuran diartikan dengan zina. Kata zina dalam bahasa arab adalah bai’ul irdhi yang artinya menjual kehormatan. Jadi, pelacuran bisa juga disebut dengan penjualan kehormatan dan orang yang melacur bisa disebut dengan penjual kehormatan. 
      Pengaturan serta sanksi terhadap prostitusi atau zina dalam hukum Islam diatur dalam QS Al-Isra’ 17 : 32. Q.S An-Nisa; 24:33, QS An-Nur 24 : 2. Hukuman atas pezina muhsan ini menurut jumhur Ulama adalah dirajam. Pezina ghairu muhsan adalah orang yang melakukan zina tetapi belum pernah melakukan hubungan seksual secara halal sebelumnya. Pezina ini dihukum cambuk 100 kali dan diasingkan keluar kampung selama satu tahun. Adapun hukuman bagi pezina hamba sahaya, jika hamba sahaya itu perempuan dan pernah menikah (muhsan) hukuman  hadd nya 50 kali cambukan


Lebih baru Lebih lama